Chapter 4: Chapter 4: Akhir Permainan
Setelah mengalahkan pria bertopeng itu mereka menaiki anak tangga dan sampai di atas atap kastil lalu mereka melihat seseorang pria dengan sayap, kelelawar dan memiliki tanduk di kepalanya pria itu terlihat seperti iblis di belakang nya seorang tuan putri cantik yang mengenakan gaun berwarna kuning, telah di kurung di dalam sebuah pelindung yang di buat iblis itu.
"Hahaha hebat juga kalian bisa sampai sejauh ini" monster itu tersenyum lebar ke arah mereka
Seketika mori merasakan bulu di tubuhnya berdiri melihat iblis itu.
Pedahal ini permainan tapi kenapa aku merasa takut, semuanya terlihat seperti nyata gumam mori dalam hati.
Lalu iblis itu dengan cepat tiba di depan mereka dan dia mengangkat tangan nya dan meraih leher Louis melihat itu Roby, segera menyerang iblis itu Roby pun dengan cepat menebas iblis tetapi, "clang" iblis itu menahan tebasan Roby dengan tangan nya, yang keras setelah itu dia memukul Roby dengan cepat dan membuat Roby, terbang dan mendarat di dinding.
"Roby!" Teriak mori dengan suara bergetar lalu dia berkata"berengsek kau iblis sialan" Louis yang yang di cekik iblis itu berusaha melepaskan diri, tetapi iblis itu begitu kuat.
Melihat itu mori menembak iblis itu tepat di kepalanya lalu iblis itu, mencabut anak panah di kepalanya dan menatap mori dengan dingin, lalu dia memukul Louis dengan keras, membuat Loius melayang dan mendarat di tanah dan pingsan.
"Swosss" iblis dengan cepat tiba di depan mori
Setelah melihat Roby dan Louis terkapar tak sadarkan diri, Mori merasakan beban yang berat di pundaknya. Tersisa hanya dia, menghadapi iblis yang kini menatapnya dengan senyum jahat dan mata penuh kebencian. Iblis itu mengayunkan sayap kelelawarnya dan mengepak kuat, menyebabkan angin kencang yang hampir membuat Mori terjatuh.
"Apakah kamu pikir bisa mengalahkanku sendiri, manusia lemah?" ejek iblis itu dengan suara bergetar yang menggetarkan udara di sekitar Mori.
Mori menggenggam erat senjata panahnya, menahan gemetar di tangannya. Dia mengambil napas dalam, mengingat segala strategi dan pelatihan yang sudah diajarkan Louis. Ini bukan sekadar permainan—semuanya terasa begitu nyata.
Dengan cepat, iblis itu meluncur ke arah Mori. Mori bereaksi cepat, melompat ke samping dan menembakkan anak panah ke arah kepala iblis. Namun, anak panahnya hanya terpantul dari tanduk keras yang melindungi kepalanya.
"Dang! Bagaimana aku bisa mengalahkannya?" gumam Mori panik.
Iblis itu tersenyum kejam dan berkata, "Aku adalah raja kegelapan! Kau tidak punya kesempatan."
Mori mencoba menenangkan diri, memikirkan kelemahan apa yang bisa dia temukan. Lalu dia teringat kata-kata Louis: "Cari titik lemahnya." Dia memperhatikan iblis itu dengan seksama, mencari celah di antara pergerakannya yang cepat.
Kemudian, Mori melihat sesuatu. Saat iblis itu bergerak, ada kilauan aneh di bagian belakang lehernya. Mori segera menyusun strategi dan menunggu kesempatan.
Dengan napas teratur, Mori berdiri tegap, menatap langsung ke mata iblis. "Aku tidak takut padamu," ucapnya dengan penuh keyakinan.
Iblis itu marah dan langsung menyerbu dengan kekuatan penuh. Mori, dengan ketepatan yang luar biasa, mengarahkan panahnya ke kilauan di belakang leher iblis dan menembakkan anak panah dengan seluruh kekuatan yang tersisa.
"Swishhh!" Anak panah melesat dan menancap tepat di tempat lemah itu.
Iblis itu berteriak kesakitan, tubuhnya bergetar hebat dan akhirnya roboh ke tanah. Perlahan-lahan, wujud iblis itu memudar menjadi cahaya yang pudar.
Tiba-tiba, layar besar muncul di depan Mori. Tertulis di sana, "Selamat! Anda berhasil menyelesaikan permainan."
Mori melepaskan perangkat FR di kepalanya dan melihat sekeliling. Roby dan Louis mulai sadar, mengerjap-ngerjapkan mata mereka, tampak bingung tapi lega. Mereka bertiga saling memandang dan tertawa kecil, merasa bangga telah melalui petualangan yang mendebarkan.
"Aku pikir itu sungguhan," ujar Mori sambil tersenyum lelah.
Louis mengangguk sambil tertawa kecil. "Itu adalah permainan yang luar biasa. Tapi, aku tidak ingin menghadapinya lagi dalam waktu dekat."
Mereka bertiga kemudian berdiri, saling membantu, dan meninggalkan ruangan permainan FR itu dengan penuh perasaan puas. Petualangan itu mungkin hanya sebuah permainan, tapi bagi mereka, itu adalah pengalaman yang terasa sangat nyata.