Dunia Masa Depan

Chapter 5: Chapter 5: Mencari Jalan Pulang



Setelah menyelesaikan permainan nya mori, Roby, dan Louis keluar dari gedung itu lalu Louis mengucapkan selamat tinggal kepada mereka berdua "kapan-kapan kita main lagi ya" ucap Louis.

"Ya kami sangat menikmati permainan nya" jawab", Roby lalu Louis pun terbang dengan alat nya seperti iron man keren gumam mori dalam hati.

Setelah itu mori dan Roby, masuk ke dalam mobil bertenaga listrik milik mori lalu, Roby pun berkata "bagaimana kalau kita minum kopi dulu".

Mori pun menjawab, "ayo lagi gabut juga gw ga ada kerjaan".

Roby pun tertawa dan berkata, "nah gitu dong jangan di rumah mulu" mendengar itu mulut mori bergerak gerak.

........

Sesampainya nya di cafe, mereka pun turun dari mobil listrik, dan sampai di depan cafe cafe itu terlihat sangat mewah, dan besar, cafe itu di penuhi dengan lampu berkelap kelip yang bersinar seperti, kristal.

Lalu mereka pun masuk dan melihat, berbagai macam Makanan "kau mau makan apa?" Tanya Roby lalu, mori pun menjawab

"Minum kopi aja lah" katanya.

Sambil meminum kopi mereka pun saling mengobrol "gimana sekarang Udah dapat kerja belom?" Tanya Roby.

Mori pun menjawab "belom ni bingung gue mau kerja apa" jawab mori.

"Bagaimana kalau gabung jadi anggota pemburu harta Karun alien aja" kata Roby

"t tapi gue ga ada bakat jadi pemburu harta Karun" mori menjawab sambil menyesap kopinya.

Roby menyesap kopinya lalu berkata, "udah ga papa belajar aja dulu, gue juga ga ada bakat sama sekali lagipula, ga ada yang istimewa dari orang yang berbakat, orang yang berbakat itu itu sering kali tidak, membutuhkan usaha yang keras".

Mori menyesap kopinya lagi, lalu berkata"menurut mu begitu, terus orang yang istimewa itu seperti apa?" Tanya mori.

Roby pun tertawa dan berkata "orang yang istimewa itu orang yang mau berusaha keras walaupun dia tidak, berbakat".

Mori menatap cangkir kopi di depannya, terdiam sejenak. Dia merenungkan kata-kata Roby yang tampak begitu santai, tetapi mengandung arti yang dalam.

"Tapi, Roby, gue kadang ngerasa dunia ini nggak adil," ujar Mori pelan. "Ada orang yang udah kerja keras, tapi nggak pernah dapet apa yang mereka inginkan. Lo nggak ngerasa begitu?"

Roby menghela napas, menatap Mori dengan serius. "Mungkin lo bener, Mori. Dunia ini nggak selalu adil. Tapi gue selalu percaya, apa pun yang kita lakukan, bakal ada hasilnya, meskipun nggak selalu sesuai yang kita harapkan." Dia tersenyum kecil. "Kadang hasil itu datang dalam bentuk lain. Lo cuma harus percaya sama prosesnya."

Mori terdiam lagi, tapi kali ini wajahnya menunjukkan sedikit senyum. "Mungkin lo bener. Gue harus belajar lebih banyak soal itu."

Tiba-tiba, suara getar dari jam tangan Roby memecah suasana. Roby mengangkat tangannya dan membaca pesan holografis yang muncul di udara. Matanya langsung menyipit, menunjukkan bahwa ada sesuatu yang serius.

"Ada apa?" tanya Mori, penasaran.

"Markas besar menghubungi gue," jawab Roby, sambil berdiri. "Ada laporan tentang aktivitas alien di zona utara. Kelihatannya serius."

Mori mengernyitkan alis. "Alien? Bukannya lo bilang ini jarang terjadi?"

"Memang jarang," kata Roby. "Tapi ini bukan sesuatu yang bisa kita abaikan. Gue harus pergi sekarang."

Mori berdiri dengan cepat. "Kalau lo pergi, gue ikut. Gue nggak mau cuma duduk diam sementara lo ngadepin bahaya sendirian."

Roby menatap Mori dengan tatapan penuh pertimbangan. "Ini bukan permainan lagi, Mori. Kalau lo ikut, lo harus siap dengan risikonya."

Mori tersenyum, meskipun sedikit gugup. "Lo lupa? Gue baru aja selamat dari game yang hampir bikin gue mati. Ini nggak jauh beda."

Roby tertawa kecil. "Baiklah, kalau lo memang mau ikut. Tapi jangan bilang gue nggak ngasih peringatan."

Mereka berdua segera meninggalkan kafe, menuju kendaraan mori. Dalam perjalanan, Roby menjelaskan bahwa laporan tersebut menunjukkan adanya gangguan pada sistem pertahanan di zona utara. Jika benar alien yang melakukannya, situasinya bisa sangat berbahaya.

Setibanya di lokasi, mereka menemukan sebuah desa yang hancur. Bangunan-bangunan roboh, dan tanda-tanda pertempuran terlihat di mana-mana.

Mori merasa tenggorokannya mengering saat melihat pemandangan itu. "Ini... Ini bukan seperti yang gue bayangkan."

Roby mengangguk pelan. "Ini dunia nyata, Mori. Nggak ada respawn di sini."

Tiba-tiba, suara gemuruh terdengar dari kejauhan. Mereka berdua berbalik dan melihat sosok besar dengan mata merah menyala berjalan mendekat. Wujudnya menyerupai makhluk dari game yang mereka mainkan, tetapi jauh lebih menyeramkan.

"Mori, ini waktunya lo buktikan apa yang lo pelajari," kata Roby sambil mengangkat senjatanya.

Mori mengangguk, meskipun jantungnya berdebar kencang. Dia tahu ini adalah ujian sejatinya, bukan hanya untuk kemampuannya, tetapi juga untuk keyakinannya pada dirinya sendiri.

Bang bang bang! Roby menembak alien itu tetapi tidak melukai nya sedikit pun, lalu pesawat tempur menyerang mata alien itu dengan, peluru raksasa alien itu berteriak, yang membuat telinga menjadi sakit.

Dengan napas yang terengah, Roby memaki dalam hati. "Kenapa makhluk ini begitu sulit dilawan?"

Di atas langit, pesawat tempur yang dikendalikan pasukan militer mendekat dengan kecepatan tinggi. Serangan peluru raksasa dari pesawat itu berhasil mengenai salah satu mata alien. Makhluk itu menjerit kesakitan, suaranya menggetarkan tanah di sekitar. Mori, yang berdiri tak jauh, merasa telinganya hampir pecah karena frekuensi jeritan itu.

"Mori! Kita harus mencari titik lemahnya!" teriak Roby sambil mendekati alien yang kini mengamuk, mengayunkan tangannya yang besar dan menghancurkan bangunan di sekitarnya.

Mori segera memindai tubuh alien itu, memperhatikan setiap detail dengan penuh konsentrasi. Tiba-tiba, dia menyadari ada celah kecil berwarna biru terang di dada makhluk itu. "Roby! Dadanya! Ada semacam inti energi di sana!" serunya.

Roby melirik arah yang dimaksud. "Baiklah, aku akan mengalihkan perhatiannya. Kau cari cara untuk menghancurkan inti itu!"

Mori mengangguk, lalu dengan cepat bergerak mendekati bagian dada raksasa tersebut. Roby, di sisi lain, memanfaatkan jetpack kecilnya untuk menyerang kepala alien, menembakkan peluru bertubi-tubi ke wajah makhluk itu. "Hei, lihat aku! Ayo kejar aku, makhluk jelek!"

Alien itu, yang marah karena kehilangan salah satu matanya, kini berusaha mengejar Roby. Tangan besarnya berayun liar, mencoba menangkap pria tersebut. Sementara itu, Mori memanfaatkan kesempatan itu untuk memanjat kaki alien menggunakan kabel berpengait yang dia bawa.

"Ayo, sedikit lagi..." gumam Mori sambil terus memanjat. Angin kencang akibat pergerakan alien membuatnya hampir terlempar beberapa kali, tetapi dia tetap bertahan. Akhirnya, dia mencapai titik biru di dada makhluk itu.

Dengan cepat, Mori mengeluarkan senjata khususnya—sebuah pisau plasma dengan daya hancur tinggi. Ia menyalakan pisaunya, cahaya biru terang menyinari sekitarnya. "Ini untuk menghentikanmu!" teriaknya, lalu menusukkan pisau itu tepat ke inti energi alien.

Dhuar! Inti itu meledak, menciptakan gelombang kejut besar. Alien itu berhenti bergerak, lalu mengeluarkan raungan terakhirnya sebelum tubuhnya mulai runtuh. Mori dengan cepat melompat ke tanah, berguling untuk menghindari puing-puing tubuh raksasa itu.

Roby mendekatinya, tertawa sambil terengah. "Kau hebat, Mori! Tapi kau harus bilang sebelumnya kalau rencanamu melibatkan ledakan besar!"

Mori tersenyum kecil. "Itu improvisasi. Tapi, setidaknya kita berhasil."

Namun, suasana lega mereka hanya berlangsung singkat. Saat debu mulai mereda, Mori berdiri diam, menatap ke arah puing-puing tubuh alien itu. Dalam pikirannya, ia kembali teringat pada keluarganya. Ia menarik napas dalam, merasa rindu yang begitu mendalam.

Lalu dia bergumam dalam hati, bagaimana aku bisa pulang ke dunia ku dan, aku juga tidak tau apa yang terjadi dengan, tubuh ku dan, dunia ini juga aneh, aku tidak menduga di dunia ini ada alien, dia menghela napas.

Roby, yang memperhatikan perubahan ekspresi Mori, bertanya, "Hei, kau baik-baik saja? Kau terlihat aneh."

Mori menatap Roby. "Aku hanya.. merasa capek."

Roby menepuk bahunya. Dan tertawa lalu berkata "Hei, masa segini doang capek."

Mori mengangguk pelan, namun hatinya tetap gelisah. Ia tahu, perjalanannya untuk kembali ke dunia asalnya masih panjang dan penuh tantangan.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.