Dunia Masa Depan

Chapter 3: Chapter 3: Kerja Sama



"mori berjaga di belakang dan Roby lindungi aku"

Luis mulai mengatur strategi.

"Baik" jawab mori dan Roby secara bersamaan

"Hahahahah kalian pikir bisa mengalahkan ku manusia" kata monster, itu dengan nada mengejek shusss monster itu menyerang mereka dengan kapak besar nya, mereka bertiga segera menghindari serangan monster itu, "hei kalian hati-hati dengan kapak besar itu, kita akan mencari kelemahanya" teriak Luis.

Whoss mori menembakan anak panah ny ke tubuh monster itu tetapi tidak bisa menembus armor monster raksasa itu, shwoss monster itu mengayunkan kapak ke arah Roby Roby, berguling ke depan "Shing" dia menebas monster itu tetapi sekali lagi serangan itu, tidak bisa melukai monster itu.

"tembak mata nya mori" Luis menyuruh mori menembak mata monster itu, mori segera menembakan anak panah ny tetapi tangan bergetar "cepat" kata Luis "crang" monster itu menebas mori tetapi dia dilindungi Roby dgn perisai nya, yg membuat mereka berdua terhempas ke dinding "cih monster itu kuat sekali" kata mori lalu monster itu menendang Luis, Luis segera menghindar swoss mori sekali lagi menembak mata monster anak panahnya tepat mengenai mata monster monster, itu menatap mori dan berkata "kau!"

Luis mengeluarkan kekuatan nya, "shisss" cahaya biru muncul di pedang nya lalu dia melompat ke udara crang pedang itu dgn cepat membelah, kepala monster itu helm monster itu terbelah dan memperlihatkan darah serta otak nya yg berwarna putih lalu, monster itu terjatuh ke tanah membuat kastil itu bergetar

"kita berhasil kau hebat Luis" kata Roby

"Bukan apa-apa Masi ada yg lebih kuat dari monster itu" Luis menjawab dengan suara serak

"Monster itu seperti nyata menakutkan sekali" kata mori wajah nya pucat.

"Haha ayo kita harus mengalah kn monster monster itu, dan menyelamatkan tuan puteri"

Setelah mengalahkan monster itu, Luis, Mori, dan Roby berdiri sejenak, mengatur napas mereka yang tersengal-sengal. Namun mereka tau ini baru permulaan.

"Aku merasakan ada sesuatu yang lebih kuat menunggu kita," kata Luis, ekspresi serius terpancar di wajahnya. "Kita harus terus berhati-hati."

Mereka melanjutkan perjalanan melewati lorong kastil yang gelap dan berliku, hanya diterangi oleh sinar-sinar biru redup dari dinding-dinding batu tua. Di ujung lorong, mereka melihat pintu besar yang terbuat dari logam hitam. Luis mengulurkan tangan, siap membuka pintu itu, tapi Roby menghentikannya.

"Sebentar, kita tidak tahu apa yang ada di baliknya. Bisa jadi perangkap," ujar Roby sambil memperhatikan sekeliling.

Luis mengangguk setuju. "Kalian siap?" tanya Luis sambil menatap Mori dan Roby. Keduanya mengangguk mantap.

Saat Luis mendorong pintu, suara berderit tajam terdengar, dan ruang besar terbuka di hadapan mereka. Di dalam ruangan itu, terlihat seorang pria bertopeng berdiri di tengah lingkaran sihir yang bercahaya.

"Sambutan yang mengesankan," pria bertopeng itu berkata dengan suara dalam dan misterius. "Aku sudah menunggu kalian, terutama kau, Luis."

Mori dan Roby bertukar pandang, bingung. "Siapa dia?" bisik Mori pelan.

"Aku tidak tahu, tapi dia tampak berbahaya," jawab Roby, bersiap mengangkat perisainya.

Pria bertopeng itu tertawa dingin. "Kalian datang jauh-jauh hanya untuk menantangku? Anak-anak bodoh!" Dengan satu gerakan tangannya, lingkaran sihir itu bersinar semakin terang, dan sekelompok monster bayangan muncul di sekeliling mereka.

"Awas!" teriak Luis. "Mori, lindungi belakangku! Roby, siap siaga di depan!"

Tanpa berpikir panjang, mereka bertiga mulai bertarung melawan monster-monster bayangan yang menyerang mereka dari segala arah. Setiap kali monster bayangan itu terluka, mereka berubah menjadi asap hitam lalu kembali membentuk diri, membuat Luis, Mori, dan Roby semakin kewalahan.

"Apa ini? Mereka tidak bisa dikalahkan?" ujar Mori, kehabisan akal.

"Tidak… mereka pasti punya titik lemah," Luis berkata sambil mengamati pria bertopeng itu yang tersenyum licik dari kejauhan. "Kita harus menghancurkan lingkaran sihirnya!"

Roby mengangguk dan berseru, "Aku akan membukakan jalan!"

Dengan satu teriakan perang, Roby menerjang ke arah pria bertopeng itu, mengayunkan pedangnya dengan penuh kekuatan, membuka jalan di antara monster-monster bayangan. Mori mengikuti di belakangnya, membidik dengan anak panah yang telah dia siapkan.

Namun, tepat ketika mereka mendekati lingkaran sihir, pria bertopeng itu mengangkat tangannya dan sebuah pelindung tak terlihat menghalangi mereka. "Aku tidak akan semudah itu dikalahkan," katanya dengan senyum penuh kemenangan.

Luis, yang berada sedikit di belakang, berpikir cepat. "Kalian berdua tahan dia! Aku akan mencari cara untuk menghancurkan pelindungnya!"

Mori dan Roby mulai menyerang pria bertopeng itu dari segala arah, meskipun setiap serangan mereka hanya memantul dari pelindung. Sementara itu, Luis mengamati lingkaran sihir dan menemukan titik kecil yang berkilauan di salah satu sisi.

"Itu dia!" Luis berteriak sambil melemparkan bola energi yang dia kumpulkan langsung ke titik tersebut.

Lingkaran sihir itu bergetar hebat dan pelindung di sekitar pria bertopeng itu mulai retak. Melihat kesempatan, Mori dan Roby segera menyerang dengan kekuatan penuh. Pedang Roby menembus pelindung, diikuti dengan panah Mori yang menembus tepat ke arah pria bertopeng.

Pria bertopeng itu terhuyung, memegangi lukanya dengan terkejut. "Tidak... ini tidak mungkin!" teriaknya sebelum tubuhnya lenyap menjadi debu.

Luis, Mori, dan Roby berdiri, terengah-engah namun penuh kemenangan.

"Kita berhasil," kata Luis dengan senyum lelah. "Tapi perjalanan kita belum selesai. Masih ada yang lebih kuat menunggu."

Mereka bertiga saling menatap, merasakan semangat yang semakin menyala di dada mereka. Pertarungan ini hanya awal dari petualangan panjang yang mereka hadapi untuk menyelamatkan tuan putri dan mengungkap misteri di kastil ini.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.